Kingmi Tetap Pertanyakan Surat Pangdam |
Hari ini, Gelar Doa dan Ibadah di Halaman DPRPJAYAPURA—Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Indonesia (Kingmi) Papua Pdt. Dr Benny Giay menegaskan, pihaknya menerima klarifikasi yang disampaikan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu, bahwa dirinya tak menuding Gereja Kingmi Papua separatis sebagaimana yang disampaikan di hadapan pimpinan DPRP di ruang sidang Komisi A Senin (18/7).Pasalnya, setelah menyimak dokumen yang dimuat pada situs online newmatilda.com terbitan Australia ternyata yang membuat dokumen tersebut adalah Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu. Namun demikian, lanjutnya, pihaknya tak sepakat serta tetap mempertanyakan kebijakan Pangdam membuat surat kepada institusi - institusi, serta memberi tekanan kepada Gubernur Papua Dr (HC) Barnabas Suebu SH untuk mempertimbangkan pemberian dana sesuai dengan misi dari masing masing Gereja dan bukan kepada Gereja Kingmi yang disatu sisi dituding terlalu politis, serta tak murni menjalankan misi Kristiani di Papua. Sedangkan di sisi lain, TNI AD memberikan pembinaan kepada Gereja tertentu. Ketua Sinode Gereja Kingmi Papua Pdt. Beny Giay menunjukkan dua carik kertas berita terkait bocoran surat TNI/AD yang mengungkap taktik menakutkan dimuat situs online newmatilda.com terbitan Australia pada Kamis (7/7) di Kantor Sinode Kingmi, Jayapura, Selasa (19/7). Menurut dia, guna menindaklanjuti ketaksepakatan dengan pernyatan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu, maka Pengurus Gereja Kingmi Papua akan menggelar doa dan ibadah di Halaman Kanor DPR Papua, Jayapura pada Rabu (20/7) pukul 10.00 WIT. Untuk membuktikan kebenaran pernyataan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu, pihaknya memberikan dua lembar salinan pernyataan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu yang dimuat di situs online newmatilda.com terbitan Australia baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia. Bocoran sebuah surat kabar dari seorang Jenderal TNI Angkatan Darat yang menunjukkan usaha- usaha pemerintah Indonesia untuk membubarkan satu Gereja di Papua dengan ancaman tindakan tegas. Melihat dari luar dan ke dalam konflik Gereja yang terakhir di Papua, mungkin kelihatan seperti contoh lain dari faksi politik Gereja Protestan. Tidak terlalu penting, mengapa dan siapa siapa yang terlibat. Tetapi teliti dan galih lebih ke dalam lagi, kita menemukan sesuatu yang mengganggu. Bocoran sebuah surat dari pimpinan TNI Angkatan Darat di Papua yang diterima newmatilda.com menyatakan bahwa konflik tadi bukan masalah internal Gereja: antara Gereja GKII yang umatnya tersebar di seluruh Indonesia dan Gereja Kingmi Papua yang memisahkan diri. Bocoran surat tersebut berhubungan dengan usaha pemerintah Indonesia untuk menindas gerakan-gerakan bagi kebanggaan budaya dan otonomi di tanah yang terus bergejolak di pinggiran Pasifik. Intinya konflik itu menimbulkan pertanyaan apakah Gereja Kingmi Papua mempunyai hak untuk memisahkan diri dari GKII dan mendirikan sebuah Sinode Gereja yang mandiri, kembali ke pengaturan /statusnya sebelum tahun 1982. Pertanyaannya ialah: mengapa TNI AD terlibat? Mayor Jenderal Erfi Triassunu sudah melibatkan diri dalam konflik yang ia sendiri mengakuinya sebagai masalah internal Gereja. Di surat bernomor R/773/lv/2011 yang ditunjukan kepada Gubernur Papua, Barnabas Suebu, tertanggal 30 April 2011 dengan klasifikasi “rahasia”, Triassunu” dengan hormat meminta “Gubernur untuk mengadakan suatu pertemuan antara GKII dan Kingmi Papua. Sang jenderal juga menawarkan dirinya sendiri sebagai penengah. Surat itu seterusnya berbunyi”jika konflik tak bisa dipecahkan melalui dialog dan pembicaraan, tindakan tegas harus diambil”. Di dalam surat itu, Triassunu yang sebelumnya bertugas di Aceh, melemparkan sejumlah tuduhan. Ia menuduh Kingmi Papua berusaha mendapat uang sebanyak banyak mungkin dari Otonomi Khusus dari pemerintah dalam rangka menciptakan jemaat jemaat baru. Tetapi tujuan nyata Gereja Kingmi membangun suatu jaringan Gereja, menurut Triassunu, ialah “untuk memperkuat cita cita masyarakat sipil orang Papua untuk kebebasan”. Dalam surat itu juga menyatakan bahwa keinginan Gereja Kingmi Papua untuk menjadi mandiri hanyalah suatu alasan Gereja itu untuk menjadi suatu sarana pendukung bagi perjuangan politik” Kemerdekaan Orang Papua. Triassunu kemudian memberi sejumlah rekomendasi (usulan). Ia secara rinci mengatakan bahwa petugas Gereja Kingmi Papua seharusnya berpegang kepada dogma Alkitab “ dan tidak masuk ke dunia politik. “Jenderal itu berdiri diatas landasan kuat di sini, mengikuti jejak banyak diktator dari Marcos sampai Pinochet, yang terkenal karena melumpuhkan para imam yang dianggap usil dan kritis,”kata Benny. Triassunu secara khusus menyebut Pdt.Benny Giay (Ketua Sinode Kingmi Papua) sekarang), Seblum Karubaba ( Ketua Sinode Kingmi Papua sebelumnya) dan Noakh Nawipa (Ketua STT Welter Post, Pos 7 Sentani, Papua) sebagai pimpinan Gereja yang tak puas, dan menyebutkan beberapa seminar yang diorganisir oleh trio itu di mana masalah “Papua Merdeka” dibahas. Semua ini mempunyai gemah dari Soeharto yang secara sistimatis melakukan depolitisasi (baca: dengan kasar membubarkan dan menindas) semua organisasi mandiri, termasuk tokoh agama religius, karena takut mereka bisa menjadi basis untuk oposisi yang diorganisir melawan rezim itu. Dikatakan, demokrat Indonesia mungkin telah menggulingkan Soeharto tetapi Papua bukankah bagian dari satu Indonesia baru yang demokratis. Apa yang sangat memprihatinkan ialah bahwa dalam konteks Papua lebel, “separatis secara teratur digunakan terhadap para pemimpin Papua sebagai alasan untuk membenarkan tindakan tindakan keamanan negara di luar hukum/pengadilan. “Inilah di mana alur cerita menebalkan. Menurut surat tadi, sang jenderal memutuskan untuk terlibat dalam konflik setelah seorang pendeta GKII, Pdt. Karel Maniani, secara langsung meminta TNI AD untuk melindungi anggota jemaah gerejanya,”katanya. |