Hi, guest ! welcome to Yahoo!. | About Us | Contact | Register | Sign In

Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua

 

AUTOKRITIK: MENJADI GEREJA PENYEMBUH



(Dari KINGMI Getah Ubi Ke KINGMI Getah Otonomi Khusus)
By: Dominggus Pigay


A.     Pengantar

Nakhoda perahu memeriksa dan menimbang dengan seksama perahu dan persediaan-persediaan lainnya dan pada akhirnya melihat kepada keadaan cuaca yang mengijinkan ( Mohamad Achmad)

Hanya engkau sendirilah yang akan menentukan masa depanmu. Engakau sendiri yang tahu kalau Tuhan sedang bekerja dalam dirimu. Karena engkau sendiri yang sedang berdialog secar pribadi dengan kekuatan luar ataupun kekuatan dari dalam dirimu sendiri. Mengenal diri sendri adalah pintu masuk untuk mengenal orang lain. Terlebih dahului bicaralah kepada dirimu sendiri sebelum engkau berbicara dan berdialog dengan orang lain. Karena lebih bermartabat jika  engkau berbicara dan mengkritik dirimu sendiri. Lantas apa program yang dapat dikembangkan sehubungan dengan Agenda Periksa Diri (autokritik), bagaimana menjalankan program Periksa Diri.

Ide ini ditulis dalam bingkai dan spritualitas yang ingin menempatkan gereja Kingmi sebagai pembawa obat yang dapat menyembuhkan sakit penyakit orang Papua. Ret-reat Depertemen Perdamaian dan Keadilan KINGMI Papua dalam kesempatan seperti ini obat yang akan mentahirkan penderitaan orang Papua.

Tanda orang papua sedang skait ialah menigkatnya angka kematian melalui:
  1. Tindakan pelanggaran HAM berat (1963-dewasa ini)
  2. Makanan beracun
  3. Minuman keras
  4. HIV?AIDS menigkat drastic
  5. Orang Papua dalam ambang pemusnaan etnis/genocida menurut laporan: Universitas Yale Amerika 2002 dan Universitas Sydney 2003, buku Sendius Wonda “Tenggelamnya Rumpun Melanesia” tahun 2007.
  6. Konflik internal gereja yang memanjang antara KINGMI papua dan Gereja Pusat (GKII) yang harus diakhiri melalui jalur pengadilan.
Tulisan ini secara sepintas akan menyinggung dan menampilkan potret wajah KINGMI Papua dalam tiga masa periodisasi sejarah. Ide-ide sejarah pelayanan ini adalah upaya  dari bagian pengenalan jati diri gereja. Kerena, sejarah ialah cermin diri. Pokok pikiran yang dirunut dari iktisar sejarah gereja, tidak lain adalah studi diagnosa.

B.     Periode KINGMI Getah Ubi (1962-1984)
Kingmi pre intergrasi dalam wadah GKII, lebih berfokus kepada pelayanan Pastoral dan bersifat rohani. Lebih memetingkan aspek penginjilan. Membuka pos-pos penginjilan, melipatgandakan umat, membuka sekolah-sekolah teologi, terjemahkan Alkitab, perbanyakan lagu kemenangan iman. Tenaga pelayan kingmi kebanyakan didorong orang-orang bumi putera. Misionaris berperan sebagai lembaga penyandang dana. Jemaat local menjadi oksigen yang menghidupkan atau membiayai kehidupan rumah tangga organisasi gereja. Gaji dibawah standar. Hidup dengan hasil kebun. Para pekerja gereja tidak dapat mengembangkan potensi sumber ekonomi. Kingmi masih dipengaruhi oleh tradisi teologi misi CMA yang lebih memuja kehidupan wetwrnisasi (kebarat-baratan). Kaum perempuan dilarang dilatik sebagai pendeta. Perempuan tidak diperbolehkan memimpin, mengajar atau berkotbah di mimbar gereja. Dalam hubungan dengan Keputusan Organisasi Gereja Ketua Sinode ikut pertemuan di Amerika Serikat.

Wibawa kepemimpinan gereja Sinode dan Klasis) dihormati. Dijemput dengan tari-tarian adapt. Sama seperti menjemput pimpinan pemerintahan. Mempunyai kewenangan untuk mengirim anak-anak papua untuk berpendidikan ke luar negeri ditentukan oleh Ketua Sinode Kingmi (Pdt. Dr. Benny Giay, Pdt. Dr, Noakh Nawipa dan Pdt. Geradus Adii di kirim ke Philipina)

Ada perang obano 1956 masyarakat membunuh anak dari Ch.D Paksoal yang bernama Rulland Lesnusa dan anak Rumaseb Pekerja Gereja Kingmi karena dituduh menyebarkan penyakit mematikan bagi babi dan melakukan tindakan pelehan seksual dengan memegang payudara para gadis saat itu.
30 Oktober 1961 Komite Nasional Papua berdebat membuat manifesto politik.

1 Desember 1961 ditetapkan sebagai Hari Kemerdekaan Papua Barat dibawah panji mendera bintang kejora yang dirancang oleh Pemerintah Kerajaan Belanda.

6 April 1962 konferensi I Gereja Kemah Injil dilaksanakan di Beoga dan melahirkan nama Gereja Kingmi Papua.

Perjanjian New York (Yew York Agreement) 15 Agustus 1962. Indonesia, Amerika Serikat dan Belanda menentukan status politik Papua Barat tanpa mengikut sertakan gereja dan orang Papua dalam menysun perundingan demi menentykan status politik Papua Barat.
1 Mei 1963 Papua dianeksasi oleh pemerintah RI.

Pecah perang revolusi politik di Paniai tahun 1969 pasca plebisit, Gerekan perjuangan Organisasi Papua Merdeka dan semangat ideology politik tumbuh subur dan menyebar. Papua diberlakukan daerah DOM (Daerah Opersi Militer oleh NKRI). Dengan berbagai operasi militer  banyak rakyat terbunuh. OPM hidup bergerilya memperjuangkan kemerdekaan politik di hutan-hutan. Buku-buku teologi di STP Kebo dibakar.

Pecah perang/gejolak social 1977 di Jayawijaya. Warga gereja di Walak, Pyramid, Dani Lembah terusir dari tanah airnya dan mengungsi ke hutan-hutan. Mereka lari kearah Kobakma menyebrang sungai Mamberamo dan hingga ke Papua New Guinea (PNG). Di hutan mereka berlatih militer sehingga membentuk Organisasi Papua Merdeka. Ada pula yang llari sampai ke Lereh. Mereka terserang sakit Malaria, kelaparan dan sakit maag. Banyak harta dan jiwa korban. Sekolah Teologi Pertama (STP) ditutup karena guru-guru dan siswa-siswanya mengungsi ke hutan-hutan.

Gereja KINGMI tidak terlibat dalam peran pembelaan terhadap gejolak social, ekonomi, politik atas warga gerejanya yang menjadi korban. KINGMI bisu dan tidak berdaya menyatakan kesalahan dan dosa militer, Negara. Teologi KINGMI belum mengembangkan fungsi pastoral terhadap para korban kekerasan militer, pembangunan, ideologi politik.

Diakui tenaga-tenaga ahli di bidang HAM, pengetahuan dan wawasan social politik yang lebih luas belum ada dan doktrin teologi CMA yang brsifat rohanisentris. Secara struktur belum ada Depatemen Perdamaian dan Keadilan.

Inikah gereja yang sehat. Apakah model gereja seperti ini ialah gereja yang telah menyembuhkan?

C.      GKII Wilayah Papua 1984-2005
KINGMI berintegrasi dengan gereja nasional di bawah payung Gereja Kemah Injil Indonesia pada tahun 1984 didorong oleh kepntingan Misionaris Amerika untuk mengurus visa tinggal di Indonesia. Misionaris CMA memberi ancaman kepada ketua Sinode Kingmi Papua Pdt. Yosia Tebay bahwa jika tidak bersedia berintegrasi dengan GKII: 1) Memberhentikan beasiswa bagi mahasiswa Papua yang sedang melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Teologi Jaffray Makasar Ujung Pandang. 2) Tidak melayani MAF ke daerah-daerah pedalaman.

Aspirasi papua Merdeka, Pelanggaran HAM atas warga gereja karena represif militer, kejahatan kemnusiaan diabaikan, pembakaran gereja tidak diperhatikan, penembakan atas para pekerja gereja dibiarkan. HAM dipandang sebagai bagian dari politik.

14 Desember 1988 di Lapangan Mandala Jayapura Dr. Tom Wanggai, MPA Memploklamirkan Kemerdekaan Negara Melanesia Barat. Seterusnya ia diadili didepan pengadilan negeri jayapura dan diberi vonis penjara dan diasingkan di Kalisoso.

18 Maret 1996 demosntrasi dan kerusuhan massal rakyat papua di jayapura karena tewasnya Thomas Wopai Wanggai di Penjara Kalisoso. Mayatnya dikirim ke Jayapura, namun masyarakat Papua belum melihat jasadnya, karena dihalangi militer.

Thaun 1996 basis wilayah pelayanan gereja kemah injil Irian Jaya yang meliputi klasis/daerah Mapnduma, geselama, Jila, bela dan Alama diserang militer dengan membakar gereja, menembak pendeta, memperkosa anak gadis, membakar rumah-rumah masyarakat dan kebun-kebun serta membunuh habis ternak piaraan masyarakat. Karena didorong oleh peristiwa penyerangan dan penyisiran militer tersebut maka Dr. Benny Giay bersama-sama dengan pihak GKI dan Katolik mendirikan El-SHAM Papua.  Saat itu mahasiswa dari GKII turun demo di depan gedung DPRD Irian Jaya dan bermalam disana selama tiga hari. Sementara itu GKII wilayah Papua mengadakan pengumpulan aksi dana melalui ibadah di gedung sasana krida. Ketua wilayah Papua Pdt. Jhon Gobay yang juga menjabat sebagai penasehat PT. Freeport terbang dengan helicopter bersama TNI-AD ke Jila, Mbela, Alama dan Geselama.

Pada 21 Mei 1998 terjadi Reformasi Nasional yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto. Orang Papua secara bebas mengekspresikan gerekan kemerdekaan melalui serangkaian aksi pengibaran bendera bintang kejora. Satgas Papua dibentuk. Bendera kejora dikibarkan dengan semangat di berbagai pelosok Tanah Papua.

Tahun 1999 di bentuk FORERI untuk memfasilitasi pertemuan yang dikenal dengan Dialog Nasional antara team 100 dan Presiden R.I.B.J.Habibie di istana merdekan Jakarta tanggal 26 Februari 1999. FORERI (Forum Rekonsiliasi Rakyat Irian Jaya) di ketuai Pdt. Dr.Benny Giay, Ph.D. Delegasi papua yang diketuai oleh Thom Beanal menuju ke Jakarta dan secara bulat team 100 minta Kemerdekaan Politik bagi orang Papua Barat.

Tahun 2000 Musyawarah Besar Papua dilaksanakan di Hotel Sentani Indah.Agus Alua,M.Th dan Taha Alhamid ditunjuk sebagai ketua dan sekertaris panitia Kongres Papua ke-2.

29 Mei-3 Juni 2000 Kongres Papua diselenggarakan di gedung Olah Raga Cenderawasih Jayapura. Kongres Papua membahas agenda pokok: 1) Pelurusan Sejarah Papua Barat, 2) Agenda Politik (Alat-alat Kenegaraan dan Symbol Politik: Bendera, Lagu Kebangsaan, dll), 3) Konsolidasi Komponen Papua,  dan 4) Hak-hak Dasar Rakyat Papua. Di sinilah dibentuk PDP (Presidium Dewan Papua) yang diketuai oleh Theys Hiyo Eluay. Wakil ketua Tom Beanal.

Tahun 2001 untuk mengakhiri pertarungan ideology papua merdeka yang dikobarkan oleh masyarakat semesta papua untuk memisahkan diri dari NKRI melalui mekanisme politik nasional (Dialog Nasional) dan mekanisme politik internasional melalui Dialog Internasional yang melibatkan PBB sebagai wasit. Serta meminta pengakuan kedaulatan politik Bangsa papua yang sudah diploklamirkan pada 1 Desember 1961. symbol politik bangsa papua barat. Kejora sebagai bendera nasional papua barat. Hai tanahku papua sebagai lagu kebangsaan. One people one soul sebagai adgium politik. Semuanya itu dijawab dengan Undang-Undang Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi papua di bawah pemerintahan Megawati-Hamka Haz. Gubernur papua pertam yang mennikmati dan mengunakan uang otonomi khusus adalah Drs. Jaap Pervidia Solosa, M.Si. otonomi khusus adalah undang-undang konspirasi politik dan kejahatan global untuk mengeksploitasi dan sebagai mesin pencetak kekerasan dan kejahatan secara rapih dan sistematis.

10 November 2001 Theys hiyo Eluay Ketua Presidium Dewan Papua dibunuh oleh Korps Pasukan khusus (Kopasus). Mayatnya ditemukan warga di Koya Koso. Masyarakat membakar sejumlah toko di sentani sebagai bentuk protes. 2 tahu kemudian Pdt. Dr. benny Giay menulis buku “Tanggapan Mayarakat papua terhadap Kematian Theys Hiyo Eluay pada 10 November dan mengadakan acara beda buku di Aula STT I.S.Kijne. Pasca kematian Theys Hiyo Eluay seluruh gerekan aksi massa yang meminta kemerdekaan mati. Kelompok angkatan muda mulai bersuara sejak 2005.

7 Desember 2000 aparat kepolisian dari kesatuan brimob papua dan polresta jayapura menyerang pemukiman warga pegunungan tengah di jayapura dan asrama-asrama mahasiswa. Dari penyerangan tersebut menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM berat. Kasus tersebut disidangkan di Makasar pada 7-8 Maret 2005 melalui pengadilan Ham berat berdasarkan UU No. 26 tahun 2000. Para pelaku yakni Jonny Wainal Usman (Kasat Brimob Irja) dan Drs.Daud Sihombing (Kapolresta Jayapura) sebagai tersangka diberi vanis bebas. 

Tahun 2002 konferensi wilayah ke 7 di Nabire, Biro Perdamaian dan Keadilan dibentuk. Pdt.Geradus Adii, M.Div terpilih sebagai ketua wilayah. Pemilihan ketua wilayah pada saat itu disinyalir ada unsure money politik.

Dalam Rapat Kerja GKII Wilayah Papua 2003 di Kam Key Aepura disepakati kembali ke Sinode Papua. Namun Rakernas GKII di Manado menolak ide kembali ke Kingmi Papua.

20 Juni 2005 Pdt.Geradus Adii,M.Div meninggal dunia. Benih konflik menyebar sampai ke serabut gereja yang paling  dalam sekalipun. Terjadi ketegangan antara Pusat di Jakarta dengan Gereja Kingmi Papua. Konflik antar warga gereja di Papua tumbuh dengan subur.

Juli 2005 Pdt. Paksoal (Ketua GKII Pusat) menertbitkan surat keputusan pengangkatan Pdt.Jhon Gobay, S.Th sebagai carateker ketua wilayah GKII Papua dengan memberhentikan Pdt. Seblum Karubaba sebagai ketua wilayah Papua . ibadah pelantikan dilaksanakan di gereja GKII Ebenhaeser Sentani. Massa Kingmi berdemonstrasi menolak keabsaan SK tersebut.

Pemilu 2005 banyak pendeta melibatkan diri dalam Partai Politik dan hendak menjadi anggota Legislatif. Ada tiga kelompok pandangan teologi politik yang berkembang dalam merumuskan keterlibatan Pendeta dalam Legislatif.

Kelompok pertama yang menganut teologi Hak Asasi Manusia berpandangan bahwa keabsahan hak berpolitik seseorang adalah mutlak. Tuhan mengaruniakan kebebasan kepada siapa saja untuk memilih dan menentukan arah dan tujuan hidup. Menjadi legislative adalah haka setiap warga Negara tanpa memandang status, profesi yang  melekat pada manusia sebagai son politikon (manusia adalah mahkluk yang berpolitik).

Kelompok kedua menganut Teologi Kristen Radikal. Kelompok ini mengklaim bahwa Pendeta adalah pelayan Tuhan di gereja (dalam peribadatan suci) tidak perlu mencemarkan diri dalam dunia politik. Politik sekuler harus dijauhkan dari kehidupan pelayanan suci. Politik dan gereja adalah bedah.
Kelompok ketiga, kelompok pendeta Liberalis. Kelompok ini memandang politik yang cemar perlu di garami dan diterangi dengan ajaran Kristus. Pendeta yang mempunyai ketahanan iman akan membawa nilai-nilai baru dalam menerangi lembaga legislative yang kehilangan kekuatan kebenaran.

31 Oktober 2005 Majelis Rakyat Papua dilantik oleh menteri dalam negeri pemerintah NKRI.
Tahun 2005 semangat perjuangan papua barat dikumandangkan kembali secara berkobar-kobar oleh kelompok-kelompok mahasiswa. Aksi demonstrasi missal yang dipelopori oleh organ-organ masyarakat papua mulai bertumbuh. Organ-organ yang dibentuk mempelopori gerakan kemerdekaan: Parlemen Jalanan Papua, Front Persatuan Perjuangan Rakyat papua barat (Front-Pepera), Solidaritas mahasiswa papua (SONAMAPA), Asosiasi Mahasiswa Pegunungan tengah Indonesia (AMPTPI), Aliansi Mahasiswa Papua, Koalisi Rakyat Sipil Papua, FNMP, Komite Mahasiswa Papua, FPNDPB, Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Juli 2005 dua orang anggota Kongres Ameriks Serikat Donald Payne dan Enny Valeomavaega menyatakan dukungan  terhadap Pergerakan Politk Papua ke dalam NKRI melalui PEPERA 1969, hal itu dituding tidak demokratis sehingga perlu ditinjau kembali. Referendum ialah solusi bagi Papua. Perjuangan kedua anggota konggres tersebut melahikan Rancangan Undang-Undang H.R.2601, yang selanjutnya akan di bahas di tingkat Senat Amerika.

Atas dasar kondisi dan eskalasi politik tersebut pada 4 Agustus 2005 di Jayapura dibentuk sebuah Badan “ Koalisi Nasional Bagi Papua Barat” (West Papua For National Coalization). Badan ini akan mengakomodir semua komponen perwakilan masyarakat, faksi-faksi perjuangan yang bertujuan memerdekakan bangsa Papua. Badan ini akan menghimpun tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan tokoh pemuda dan seterusnya. Bandan ini dibentuk dalam rangkah mengkaunter orang papua, baik yang ada dalam negari seperti pejabat-pejabat pemerintah yang ada di tingkat propinsi, pusat atau kelompok masyarakat lainnya yang hendak menjadikan kendaraan demi kepentingan kekuasaan Indonesia untuk berbicara diluar negeri tentang ststus Papua tanpa mendapat dukungan atau izin dari KNBPB. Atau orang Papua dan orang asing lainnya yang berada di luar negeri untuk berbicara.
6 Agustus 2005 Tokoh-tokoh agama Papua diantaranya: Leo Laba Ladjar OFM (Uskup Jayapura), Drs. Husein Dg Zubaer (MUI), Pdt.Herman Saud, M.Th (Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), Pandita Arya Bohdi Jasmani (Sekertaris Budahyana Provinsi Papua), dan Drs. I Wayan Sudha (Ketua Parisada Hindu Dharma Propinsi Papua) mengadakan konfrensi pers di kantor Keuskupan Jayapura menyikapi keberadaan RUU HR 2601. mereka menyatakan kesepakatan bersama bahwa: Jaga Papua Tanah Damai.

31 Agustus 2005 Dr. Naokh Nawipa memberikan seminar tentang kekerasan dalam pendidikan teologi di tanah Papua. Kekerasan yang ditampilkan berpijak pada teori Johan Galtung dan Dom Helder Camara tentang Spiral Kekerasan.

14 november 2005 Sekolah Tinggi Teologi Walter Post bekerja sama dengan Persekuatuan gereja-Gereja Baptis Papua menyelenggarakan seminar beda buku yang ditulis Pdt. Sofyan Yoman yang berjudul “ Orang Papua Bukan Separatis, Makar dan OPM dan Penentuan Pendapat rakyat (PEPERA) 1969 Tidak Demokratis. Acara beda buku dan seminar ini dilaksanakan dalam rangka menyambut peluncuran buku Penelusuran Sejarah Papua yang ditulis oleh Prof. dr. Drooglever di negeri Belanda. Tampil sebagai pembeda buku: Aloysius Renwarin, SH, Dr. Benny Giay, Sofyan Yoman. Dr. Noakh Nawipa bertindak sebagai moderator dan Dominggus Pigay sebagai notulis. Peluncuran buku ini dilaksanakan di aula STT Walter Post Jayapura.

15 Februari 2005 Prof. Dr. Drooglever meluncurkan buku tentang Pelurusan Sejarah Papua. Dilapangan Trikora Abepura Bnedera Aliansi Mahasiswa Papua dan Front PEPERA berkibar. Mereka melakukan demonstrasi damai dengan orasi-orasi.

16 Maret 2006 Abepura berdarah. Empat orang aparat milter tewas dalam aksi demonstrasi mahasiswa yang menuntut Perusahan PT.Freeport ditutup. Dampak peristiwa itu menyebabkan  banyak mahasiswa lari kehutan-hutan dan Selfius Bobii beserta teman-temannya ditangkap dan dipenjarakan.

Inikah gereja yang telah menjadi Gereja Penyembuh?  

D.    Kingmi Getah Otonomi Khusus
Kingmi yang kini kembali melalui Amandemen pasal 19 Ayat 2 dan 3 dalam Konfrensi Nasional Maret 2006 di Kinasi Bogor  keluar dengan kepentingan Otonomi Khusus sebagai landasan hukum formal.
Kingmi disahkan melalui Konferensi Wilayah ke-8 di Nabire. Pengurus Sinode yang terbentuk disebut Sinode transisi. Lama kepengurusan 3 tahun 2006-2009.

Kepengurusan sinode ditunjuk dalam Konferensi GKII Wilayah ke-8 di Nabire berdasarkan utusan suku dan daerah. Bukan berdasarkan Potensi dan Karunia. Yang ditunjuk sebagai ketua Sinode adalah Pdt.Seblum Karubaba, S.Th, MA, Dr. Noakh Nawipa,Ed.D sebagai Sekertaris Umum dan Pdt. Agus Tebay, S.Th sebagai Bendahara Umum.  Representasi cultural dan dan Etnis menjadi tujuan dan sasaran pokok. Pdt. Paul Paksoal sebagai Ketua Umum tidak menghadiri pertemuan itu. Program Kerja D4 (Doa, Data, Daya dan Dana) dengan tema “Berubah Untuk Menjadi Kuat” (Roma 12:1-2) disepakati untuk dilaksanakan.

 30 Desember 2006 terjadi penyerangan, pemukulan, dan pengrusakan Kantor Sinode Papua oleh pihak GKII Wilayah Papua. 

Februari 2007-2008 Paul Paksoal menggugat Kingmi Papua di Pengadilan Negeri kelas I A Jayapura dan Pengadilan Tinggi jayapura dengan pokok perkara Kepemilikan Asset. Kingmi menang mutlak atas dua perkara berturut tersebut. Yang menjadi Kuasa hukum Kingmi Papua adalah Stev Waramori, SH dan Godlief Mansi, SH.

30 April 2007 Pengadilan kelas I A Jayapura menolak semua gugatan yang diajukan oleh Pdt. Paul Paksoal Ketua Umum GKII di Jakarat yang menggugat Pdt.Seblum Karubaba atas nama sinode Kingmi.

Kopasus dan satgas merah putih mendampingi Sinode Papua saat ibadah Pengucapan Syukur 20 Juni 2007. Sedangkan Kepolisian mendampingi GKII untuk menurunkan Papan Nama Kingmi Papua yang baru ditabiskan. Pada tahun 2007  itu juga dibentuk PT.Kemah Papua. Pdt. Dr.Noakh Nawipa ditunjuk sebagai Direktur Utama.

Asia Internasional Finance mengkampanyekan program global warming “upaya penyelamatan hutan dari ancaman pemanasan global” dalam Pekan Rohani Olah raga dan Seni Departemen Pemuda Kingmi Papua di Timika pada Oktober 2007 dengan membantu dana sebesar Rp.600 juta. Membagi baju kaos sebagai bentuk kampaye public.

Pdt. Henrik Willem membangun mitra dengan Kingmi Papua, menyelengarakan kebangunan rohani diseluruh tanah Papua dan Indonesia. Tim KKR ini dinamakan Papua Propetic Call (PPC).
Juli 2010 konferensi perdana Kingmi Papua di Wamena. Konferensi berjalan cukup alot. Dalam Konfrensi tersebut Pdt.Dr. Benny Giay terpilih sebagai ketua sinode Gereja Kingmi Papua yang baru.      
Share this article now on :